Mengapa Airin Bisa Kalah?

Mengapa Airin Bisa Kalah?

Persadasatu.com

Oleh Uten Sutendy

Mengapa Airin Rachmy Diany bisa kalah dalam Pilgub di Provinsi Banten? Sebuah pertanyaan yang disampaikan oleh banyak sekali warga Banten maupun orang luar, termasuk disampaikan oleh para pengamat, analis, tokoh masyarakat dan elite politik.  Deny JA,  seorang pengamat politik dan owner Lembaga Survey Indonesia (LSI) saat merilis hasil quik count Pilgub Banten terkaget-kaget. Berdasarkan hasil quick count LSI Deny JA (27 November 2024), Airin ternyata hanya memperoleh 44,18 persen, kalah oleh Andrasoni yang memperoleh 55,82 persen. Kekalahan tersebut menurut Deny sebagai tsunami politik paling mengejutkan di Pilkada 2024 yang dilaksanakan serentak di tanah air.

Bagaimana tidak mengagetkan. Sebelumnya, pada bulan Juli 2024, LSI merilis hasil surveinya, elektabilitas pasangan  Airin-Ade Sumardi jauh melambung menembus  angka 77 persen. Sementara pasangan Andrasoni-Dimyati  hanya memperoleh 12 persen saja.

Hasil survey bulan Juli ini terus menerus dirilis oleh Tim Airin bahkan  seminggu sebelum Pilkada berlangsung  angka tersebut belum berubah dan diyakini oleh publik terutama oleh para pendukungnya  sebagai gambaran nyata kemenangan Airin.

Keyakinan banyak orang  tentang kemungkinan besar Airin-Ade Sumardi  menang tentu saja bukan semata karena hasil survey di atas, melainkan juga karena ada faktor lain yang rasional.

Pertama, Airin telah memenangkan Pileg DPR-RI dengan perolehan suara terbanyak di Banten dan menjadi  salah satu yang terbanyak di seluruh Indonesia, memperoleh suara di atas 300.000.

Kedua, Airin sudah lebih dari dua tahun bekerja dan bertarung meyakinkan warga dengan segala cara demi mempersiapkan kemenangan politiknya di Pilgub Banten. Menurut pengakuan Asep Rahmatullah, sekretaris  tim pemenangan Airin -Ade (Podcast Ratas TV, 18 Oktober  2024), kurang lebih ada 1.500 desa dan kelurahan  di seluruh Provinsi Banten yang sudah didatangi Airin untuk menyapa warga Banten (jumlah desa dan kelurahan provinsi Banten menurut BPS Banten ada 1.552).

Ketiga, pencalonan Airin sebagai cagub Banten itu identik dan tak terpisahkan dengan keluarga besar dinasti politik Banten yang sangat dikenal memiliki jaringan loyalis dan relawan politik paling solid, terawat, dan teruji. Dalam tiap kali ada momentum Pilgub, Pilkada, Pileg, pemilihan ketua Kadin, ketua Gapensi, KNPI dan lain-lain, tim relawan dan loyalis ini senantiasa  turun bersama-sama berjibaku memenangkan pertarungan.

Keempat, Airin juga didukung sumber finansial keluarga dinasti yang dinilai oleh banyak orang masih sangat kuat yang bersumber dari bisnis kontraktor, hotel, property, pertambangan, air mineral, pom bahan bakar minyak,  selain dari sumber kolega jaringan investor.

Kelima, Airin sendiri sebagai figur politik yang layak jual. Berprestasi ketika menjabat Walikota Tangerang Selatan selama dua periode, berpenampilan menarik, cantik, ramah. dan menjadi icon serta brand Banten itu sendiri. Siapa sih yang tak kenal Airin ketika orang menyebut kata Banten atau Tangsel?

Sebaliknya dengan Andrasoni. Jika  popularitas Airin dan Andrasoni disandingkan bak buaya dan cicak. Andrasoni-meskipun termasuk elite politik Banten karena  posisinya sebagai ketua DPRD Provinsi Banten selama dua periode, namun dari sisi popularitas tak sebanding dengan Airin. Itu sebabnya sejumlah lembaga survey di awal-awal musim politik Pilgub nama Andrasoni sulit terdongkrak naik. Angka populeritasnya tidak beranjak dari angka 12 persen, kalah jauh bahkan oleh elite politik  selain Airin : Wahidin Halim, Dimyati Natakusumah, Arif Wismansyah, yang  elektabilitas masing-masing tokoh tersebut ada di kisaran angka15-20 persen.

Nah, lalu apa yang membuat Airin kok bisa  kalah dan Andrasoni menang ?

Seperti sudah pernah saya paparkan di dua tulisan panjang yang dirilis sebelum Pilkada berlangsung, (Uten Sutendy: Airin, Dinasti Politik dan Banten, Jakartasatu.com, 24-7-2024 dan Uten Sutendy : Airin vs Koalisi Indonesia Maju,persadasatu.com, 29 -9-2024), sebetulnya sudah ada trend kemunduran elektabilitas Airin dari bulan September -Oktober 2024. Sebaliknya populeritas dan elektabilitas Andrasoni terus merangkak naik di waktu yang sama. Saat itu saya telah melihat potensi kekalahan Airin jauh sebelum hasil quick count dirilis.

Setidaknya ada tiga aspek yang membuat Airin kalah: aspek politik, aspek strategi komunikasi dan aspek moral.

Secara dukungan partai politik Airin kalah jauh oleh Andrasoni. Airin didukung oleh dua partai besar, PDIP dan Golkar. Itupun kerjasama kedua partai tak maksimal. Partai Golkar terkesan ragu dan tak sungguh-sungguh mendukung Airin karena sebelumnya partai beringin ini tidak berencana mencalonkan Airin. Posisi politik Golkar dilematis. Di satu sisi Golkar tergabung dalam KIM yang mempunyai misi mempersempit ruang gerak PDIP sebagai oposisi. Tetapi di sisi lain Airin adalah kader terbaik Golkar.

Akhirnya, praktis yang banyak bekerja berjuang untuk Airin di lapangan selain para relawan dan loyalis  ya para kader  PDIP. Bagi partai berlambang banteng memang tak ada cara dan pilihan lain selain harus total berjuang memenangkan  pasangan Airin- Ade Sumardi. Keberadaan faktor keduanya lah yang membuat PDIP bisa ikut bertarung di Pilgub Banten. Pasangan tersebut juga jadi harapan dan andalan untuk bisa memenangkan pertarungan setelah kader PDIP di daerah lain juga terkepung dan tertekan oleh kekuatan politik KIM.

Sementara itu, Andrasoni-Dimyati didukung oleh 10 partai besar (Gerindra, Nasdem,  PKB, PAN, PKS, PPP, Hanura,Demokrat, PSI. Garuda, dan Prima) yang tergabung dalam  Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Faktor politik lain yang membuat Airin kalah ialah salah membaca situasi dan masuk perangkap jebakan hasil survey di  angks 77 persen yang terus menerus dirilis oleh tim Airin sendiri alih-alih untuk meyakinkan publik.Padahal itu hasil survey bulan Juli. Pihak KIM membiarkan semua itu berlangsung tanpa memberi respon bantahan atau sanggahan dengan survey tandingan. Berdasarkan info dari orang dalam Gerindra, sebetulnya sudah ada update hasil survey terbaru tapi sengaja tidak dipublis oleh tim Andrasoni. Tujuannya, agar tim Airin terus ber-eforia seolah-olah Airin sudah pasti menang. Secara psikologi hal tersebut berefek kepada melemahnya kerja dan kinerja mesin politik Airin bahkan di detik detik akhir.

Sebaliknya, tim Andrasoni semakin gencar dan giat bekerja serta masif menguasai ruang-ruang publik dan media.

Faktor lain yang membuat Airin kalah ialah strategi komunikasi.

Airin kurang didukung oleh tim komunikasi yang mumpuni. Isu-isu yang dimainkan cenderung  mengambang, melebar, dan bias. Gak jelas apa yang mau diperjuangkan  setelah terpilih. Gak ada fokus. Terkesan hanya mengandalkan jualan figur Airin sebagai perempuan cantik yang berprestasi.

Berbeda dengan Andrasoni, memiliki strategi komunikasi  yang jitu, fokus dan tepat sasaran. Minimal ada dua fokus isu yang terus menerus digelindingkan ke ruang publik: isu  “Sekolah Gratis” dan isu “Tidak Korupsi”. Dua isu ini pas, langsung menohok ke inti  masalah yang sedang dihadapi oleh sebagian besar warga Banten.  Mayoritas warga Banten hidup terlilit kemiskinan karena kualitas sumber daya manusia lemah akibat pendidikan rendah. Banyak anak-anak muda putus sekolah atau tidak bisa sekolah sama sekali. Mereka tak mempunyai biaya untuk sekolah. Maka pilihan isu “Sekolah Gratis” itu tepat sekali.

Anti Korupsi. Ini juga tagline yang tepat dan  laku sekali dijual.  Isu “Tidak Korupsi” berkaitan dan berkorelasi dengan semangat dan agenda program  Presiden Prabowo yang menghendaki tindakan  korupsi di tanah air bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Nah,  dinasti Banten yang berada di belakang Airin tak bisa dipungkiri banyak disebut  menjadi akar tindakan perbuatan korupsi di Banten sebagaimana tercatat  dalam sejarah politik nasional mutakhir.  Ratu Atut dan TB Chairi Wardhana (suami Airin), dan beberapa anggota keluarga pernah masuk jeruji karena kasus korupsi. Jejak digital tentang kasus korupsi dinasti tersebar di media sosial.  Maka, tagline “Tidak Korupsi” menemukan korelasi yang begitu kuat untuk Banten. Belakangan,  catatan  korupsi dinasti menjadi isu paling hot di media sosial dan inilah yang kemudian dijadikan peluru tajam dan panas yang ditembakan tepat ke jantung pertahanan Airin.

Di sisi lain, Andrasoni di tampilkan sebagai sosok pendatang baru yang bersih dan sederhana. Lahir dari kalangan rakyat biasa. Andrasoni memulai karirnya sebagai seorang kuli bangunan.

Tampilan tersebut berhasil menggambarkan bahwa kehadiran Andrasoni menjadi anti-thesa. Kontras sekali dengan penampilan sosok Airin yang terkesan borjuis dan elitis. Lahir dan dibesarkan dari keluarga ningrat Sunda Ciamis lalu menikah dengan anak pesohor kaya dari Banten.

Rupanya tampilan Andrasoni yang sederhana jauh lebih menarik perhatian bagi kaum milenial yang mulai jenuh dengan prilaku korup kaum elite borjuis negeri ini.

Faktor berikutnya ialah soal moralitas politik.  Memang sulit dicari kaitan logikanya, namun bisa dirasakan pengaruhnya. Setidaknya ada tiga  moralitas politik yang dilanggar oleh Airin.

Pertama, ada 300 ribu lebih suara dari wilayah Tangerang Raya yang diamanatkan langsung secara pribadi kepada Airin agar bisa menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat di  DPR-RI. Itu amanah rakyat langsung kepada pribadi Airin.Tapi amanah tersebut dibuang begitu saja. Sementara ada banyak orang yang ingin mendapat Amanah tersebut. Airin telah menyia-nyiakannya karena ambisi atau mengikuti ambisi dinasti yang ingin mengejar jabatan lebih tinggi, jadi gubernur, demi mempertahankan supremasi, hegeimoni, dan dominasi  politik-ekonomi di Banten.

Moralitas kedua yang dilanggar oleh Airin dan dinasti adalah menyia- nyiakan tawaran yang datang dari Prabowo sebagai ketua Umum Partai Gerindra, sebuah tawaran yang menyenangkan. Prabowo semula menghendaki Airin bisa jadi calon gubernur  berpasangan dengan Andrason sebagai calon wakil gubernur.  Tawaran tersebut konon ditolak mentah-mentah oleh  Airin dengan alasan sudah mempunyai pasangan sendiri dari PDIP, Ade Sumardi. Bagi yang sudah mengenal karakter politik dinasti tentu faham kenapa Airin menolak tawaran Prabowo.

Moralitas ketiga, langkah-langkah politik Airin belum bisa lepas dan melepaskan diri dari bayang-bayang sang suami (populer disebut Kang Wawan) yang saat ini sedang menjalankan hukuman bebas bersyarat.  Seharusnya Airin  bisa tahu diri dan menahan diri untuk tidak bermain-main berhadapan dengan kekuatan politik penguasa.

Gabungan “pelanggaran moral ” tersebut menimbulkan kemarahan besar dari para “dewa politik” di Jakarta yang  mempunyai agenda memberantas tindakan korupsi dan secara tak tersirat ingin membonsai ruang gerak PDIP sebagai partai oposisi.

Akibatnya, Airin dan dinasti politik Banten pun dikeroyok, dikepung dari berbagai sudut, sebuah kepungan yang mematikan, membuat   Airin dan dinasti politik Banten tumbang dengan sangat mengejutkan (bagi kebanyakan orang) dan mungkin juga menyakitkan.

BSD City 2 Desember 2024
Wassalam
**Uten Sutendy, budayawan dan pecinta Banten

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *