Terlalu Banyak Pilihan Bisa Bikin Stres, Ini Penjelasan Barry Schwartz Tentang “Paradox of Choice”
Persadasatu.com – Pernah merasa bingung ketika harus memilih satu di antara banyak pilihan yang semuanya tampak menarik? Alih-alih bahagia karena punya banyak opsi, justru timbul rasa cemas dan takut salah mengambil keputusan. Fenomena ini dikenal dengan istilah “Paradox of Choice”—sebuah konsep psikologis yang diperkenalkan oleh Barry Schwartz, profesor psikologi asal Amerika Serikat dalam bukunya The Paradox of Choice yang terbit pada tahun 2004.
Menurut Schwartz, semakin banyak pilihan yang tersedia, semakin besar pula kemungkinan seseorang merasa tidak puas terhadap keputusan yang diambil. Ia menjelaskan, banyaknya opsi sering kali menimbulkan tekanan psikologis karena kita terus dihantui oleh pertanyaan: “Apakah aku sudah memilih yang terbaik?”
Sebagai contoh, saat seseorang hendak membeli sepatu di toko besar dengan berbagai merek dan model, justru muncul kebingungan: sepatu mana yang paling cocok, bahan apa yang paling nyaman, atau harga mana yang paling sepadan. Akibatnya, proses memilih yang seharusnya menyenangkan bisa berubah menjadi sumber stres dan penyesalan.
Fenomena ini, kata Schwartz, membuat seseorang memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap pilihannya. Ketika hasilnya tidak sesuai harapan, rasa kecewa pun muncul. “Banyak pilihan tidak selalu berarti kebebasan yang membahagiakan. Justru bisa menjerumuskan kita dalam kecemasan dan ketidakpuasan,” ungkapnya.
Lalu bagaimana cara mengatasi dilema ini?
Ada beberapa langkah sederhana untuk menghindari efek negatif dari paradox of choice:
Tentukan tujuan dan kriteria sejak awal. Ketahui apa yang benar-benar dibutuhkan sebelum memilih.
Lakukan penyaringan. Bandingkan kelebihan dan kekurangan setiap pilihan dengan fokus pada kebutuhan utama.
Gunakan prinsip ‘cukup baik’. Sadarilah bahwa tidak ada keputusan yang sempurna.
Batasi alternatif. Terlalu banyak pilihan hanya akan memperumit proses pengambilan keputusan.
Dengan langkah tersebut, keputusan bisa diambil lebih cepat, ringan, dan meminimalkan stres akibat kebimbangan.
Fenomena “Paradox of Choice” menjadi refleksi menarik di era modern, di mana kebebasan memilih sering kali dianggap tanda kemajuan—namun jika tidak bijak, justru dapat menurunkan tingkat kebahagiaan.
Sumber:
Dreamstime: Choice Stress – Paradox of Having Too Much
NPR: Are We Happier When We Have More Options?
YouTube: Barry Schwartz on the Paradox of Choice
Liputan : Buhori
Editor :Redaksi.Parsada Satu
